Sunber Ilmu Islami - Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan,
menjauhkan dari dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hijrah,
hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw
bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan
mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari’at
Islam.
Dengan merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw tersebut
sebagaian ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari
“darul kufur” menuju “darul Islam”. Keluar dari kekufuran menuju
keimanan.
Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri an keluarganya terancam dalam mempertahankan akidah dan syari’ah Islam.
Perintah berhijrah terdapat dalam beberpa ayat Al-Qur’an, antara lain: Qs. Al-Baqarah 2:218).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharpakn rahmat Allah, dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan
Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang
yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni;mat)
yang mulia. (Qs. Al-An’fal, 8:74)
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah
dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di
sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (Qs.
At-Taubah, 9:20)
Pada ayat-ayat di atas, terdapat esensi kandungan:
1. Bahwa hijrah harus dilakuakn atas dasar niat karena Allah dan tujuan mengarah rahamt dan
keridhaan Allah.
2. Bahwa orang-oerang beriman yang berhijrah dan berjihad dengan motivasi karena Allah dan tujuan
untuk meraih rahmat dan keridhaan Allah, mereka itulah adalah mu’min sejati yang akan memperoleh
pengampunan Allah, memperoleh keebrkahan rizki (ni’mat) yang mulai, dan kemenangan di sisi Allah.
3. Bahwa hijrah dan jihad dapat dilakukan dengan mengorbankan apa yang kita miliki, termasuk harta
benda, bahkan jiwa.
4. Ketiga ayat tersebut menyebut tiga prinsip hidup, yaitu iman, hijrah dan jihad. Iman bermakna
keyakinan, hijtah bermakna perubahan dan jihad bermakna perjuangan dalam menegakkan risalah Allah.
Makna Hijrah
Hijrah sebagai salah satu prinsip hidup, harus senantiasa kita maknai
dengan benar. Secara bahasa hijrah berarti meninggalkan. Seseorang
dikatakan hijrah jika telah memenuhi 2 syarat, yaitu, yaitu yang pertama
ada sesuatu yang ditinggalkan dan kedua ada sesuatu yang dituju
(tujuan). Kedua-duanya ahrus dipenuhi oleh seorang yang berhijrah.
Meninggalkan segala hal yang buruk, negative, maksiat, kondisi yang
tidak kondisif, menju keadaan yang lebih yang lebih baik, positif dan
kondisi yang kondusif untuk menegakkan ajaran Islam.
Dalam realitas sejarah hijrah senantiasa dikaitkan dengan meninggalkan
suatu tempat, yaitu adanya peristiwa hijrah Nabi dan para sahabat
meninggalkan tepat yang tidak kondisuf untuk berdakwah. Bahkan peristiwa
hijrah itulah yang dijadikan dasar umat Islam sebagai permulaan ahun
Hijriyah.
Tahun Hiriyah, ditetapkan pertama kali oleh Khalifah Umar bin Khatab
ra, sebagai jawaban atau surat Wali Abu Musa Al-As’ari. Khalifah Umar
menetapkan Tahun Hijriyah Kalender Tahun Gajah, Kalender Persia untuk
menggantikan penanggalan yang digunakan bangsa Arab sebelumnya, seperti
yang berasal dari tahun Gajah, Kalender Persia, Kalender Romawi dan
kalender-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar
Jahiliyah. Khlifah Umar memilih peristiwa Hijrah sebagai taqwim Islam,
karena Hijrah Rasulullah aw dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah
merupakan peristiwa paling monumental dalam perkembangan dakwah.
Secara garis besar hijrah kita bedkan menajdi dua macam yaitu:
1. Hijrah Makaniyah : Yaitu meinggalkan suatu tempat. Bebebrapa jenis hijrah maknawiyah, yaitu:
a. Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Habasyiyah.
b. Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah.
c. Hijrah dari suatu negeri yang didalamnya didominasi oleh hal-hal
yang diharamkan.
d. Hijrah dari suatu negeri yang membahayakan kesehatan untuk menhindari penyakit menuju negeri
yang aman.
e. Hijrah dari suatu tempat karena gangguan terhadap harta benda.
f. Hijrah dari suatu tempat karena menghindari tekanan fisik
Seperti hijrahnya Ibrahim as dan Musa as, ketika Beliau khawatir akan gangguan kaumnya.
Seperti yang tecantum dalam al-Qur’an:
Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan).
Tuhanku, Sesungguhnya Dialah yang Maha erkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al-Ankabuit, 29:26).
Maka keluarkanlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu
dengan khawatri, dia berdo’a “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari
orang-orang yang zalim itu (Qs. Al-Qashah, 2:21).
2. Hijrah Maknawiyah
Secara maknaiyah hijrah dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Hijrah I’tiqadiyah
Yaitu hijrah keyakinan. Iman bersifat pluktuatif, kadang menguat menuju
puncak keyakinan mu’min sejati, kadang pula melemah mendekati kekufuran
Iman pula kadang hadir dengan kemurniannya, tetapi kadang pula
bersifat sinkretis, bercampur dengan keyakinan lain mendekati
memusyrikan. Kita harus segera melakuakn hijrah keyakinan bila berada di
tepi jurang kekufuran dan kemusyrikan keyakinan. Dalam konteks
psikologi biasa disebut dengan konversi keyakinan agama.
b. Hijrah Fikriyah
Fikriyah secara bahasa berasal dari kata fiqrun yang artinya pemikiran.
Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan derasnya arus
informasi, seolah dunia tanpa batas. Berbagai informasi dan pemikiran
dari belahan bumi bisa secara oline kitya akses.
Dunia yang kita tempati saat ini, sebenarnya telah menjadi medan perang
yang kasat mata. Medan perang yang ada tapi tak disadari keberadaannya
oleh kebanyakan manusia gendeang perang telah dipukul dalam medan yang
namanya “Ghoswul Fikr” (baca: Perang pemikiran).
Tak heran berbagai pemikiran telah tersebar di medan perang tersebut
laksana dari senjata-senjata perengut nyawa. Isu sekularisasi,
kapitalisasi, liberalisasi, pluralisasi, dan sosialisasi bahkan
momunisasi telah menyusup ke dalam sendi-sendi dasar pemikiran kita yang
murni. Ia menjadi virus ganas yang sulit terditeksi oleh kacamata
pemikiran Islam. Hijrah fikriyah menjadi sangat penting mengingat
kemungkinan besar pemikiran kita telah terserang virus ganas tersebut.
Mari kita kembali mengkaji pemikiran-pemikiran Islam yang murni.
Pemikiran yang telah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw, melalui
para sahabat tabi’in, tabi’it, tabi’in dan para generasi pengikut
shalaf.
“Rasulullah Saw bersabda: Umatku niscaya akan mengikuti sunan (budaya,
pemikiran, tradisi, gaya hidup) orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi
sejengkal, sehasta-demi sehasta, sehingga mereka masuk ke lubang biawak
pasti umatku mengikuti mereka. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah
apaakh mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani ? Rasulullah menjawab:
Siapa lagi kalau bukan mereka.
c. Hijrah Syu’uriyyah
Syu’uriyah atau cita rasa, kesenangan, kesukaan dan semisalnya, semau
yang ada pada diri kita sering terpengaruhi oleh nilai-nilai yang kuarng
Islami Banyak hal seperti hiburan, musik, bacaan, gambar/hiasan,
pakaian, rumah, idola semua pihak luput dari pengaruh nilai-nilai diluar
Islam. Kalau kita perhatikan, hiniran dan musik seorang muslim takjauh
beda dengan hiburannya para penganut paham permisifisme dan hedonisme,
berbau hutra-hura dan senang-senang belaka.
Mode pakain juga tak kalah pentingnya untuk kita hiraukan Hijrah dari
pakaian gaya jahiliyah menuju pakaian Islami, yaitu pakaian yang
benar-benar mengedepankan fungsi bukan gaya. Apa fungsi pakaian ? Tak
lain hanyalah untuk menutup aurat, bukan justru memamerkan aurat. Ironis
memang banyak diantara manusia berpakaian tapi aurat masih terbuka. Ada
yang sudah tertutup tapi ketat dan transparan, sehingga lekuk tubuhnya
bahkan warna kulitnya terlihat. Konon, umat Islam dimanjakan oleh budaya
barat dengan 3 f, food, fan, fashan.
d. Hijrah Sulukiyyah
Suluk berarti tingkah laku atau kepribadian atau biasa disebut juag
akhlaq. Dalam perjalanannya ahklaq dan kepribadian manusia tidak
terlepas dari degradasi dan pergeseran nilai. Pergeseran dari
kepribadian mulai (akhlaqul karimah) menuju kepribadian tercela akhlaqul
sayyi’ah). Sehingga tidak aneh jika bermuculan berbagai tindak moral
dan asusila di masyarakat. Pencurian, perampokan, pembunuhan, pelecehan,
pemerkosaan, penghinan dan penganiyaan seolah-olah telah menjadi biasa
dalam masyarakat kita. Penipuan, korupsi,, prostitusi dan manipulasi
hampir bisa ditemui di mana-mana. Dalam moment hijrah ini, sangat tepat
jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita untuk kemudian
menghijrahkan akhlaq yang mulia.
Refleksi
Dengan telah berakhirnya tahun 1431 H dan tibanya tahun 1433 H, serta
sebentar lagi akan segera pergantian tahun masehi dari 2011, suatu hal
yang pasti bahwa usia kita bertambah dan jatah usia kita semakin
berkurang. Sudah selayaknya kita menghisab drii sebelum dihisab oleh
Allah. Rasulullah Saw bersabda:
“Hisablah (lakukan perhitungan atas) dirimu sebelum dihisab oleh Allah,
dan lakukanlah kalkulasi amal baik dan amal burk sebelum Allah
memberikan kalkulasi amal atas dirimu.
Apakah kehidupan kita banyak diisi dengan beribadah atau bermaksiat ?
Apakah kita banyak mematuhi ajaran Allah ataukah banyak melanggar
atauran Allah ? Apakah kita ini termasuk orang yang menunaikan shalat
fardlu atau malah lalai dalam menunaikan shalat fardlu ? Apakah diri
kita ini termasuk golongan orang – orang ynag celaka mendapat siksa
neraka ? Rasulullah bersabda :
Utsman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir mengatakan:
“Tanda-tanda orang yang akan mendapatkan kecelakaan di akherat kelak ada empat perkara:
1. Terlalu mudah melupakan dosa yang diperbuatnya, padahal dosa itu tercatat di sisi Allah.
Orang yang mudah melupakan dosa ia akan malas bertobat dan mudah mengerjakan dosa kembali.
2. Selalu mengingat (dan membanggakan) atas jasanya dan amal shalihnya, padahal ia sendiri tidak
yakin apakah amal tersebut diterima Allah atau tidak. Orang selalu mengingat jasanya yag sudah lewat
ia akan takabur dan malas untuk berbuat kebajikan kembali di ahri-hari berikutnya.
3. Selalu melihat ke atas dalam urusan dunia. Artinya ia mengagumi sukses yang dialami orang lain dan
selalu berkeinginan untuk mengejar sukses orang tersebut. Sehingga hidupnya selalu merasa kekurangan.
4. Selalu melihat ke bawah dalam urusan agama. Akibat ia akan merasa puas dengan amalnya selama